News Details

  • 03-05
  • 2020

DISKUSI PAKAR : "RARE EARTH ELEMENTS & CRITICAL RAW MATERIALS : KEBUTUHAN INDUSTRI MASA DEPAN DAN POTENSINYA DI INDONESIA"

Dalam rangka memperingati hari ulang tahun yang ke-60, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sebagai asosiasi geologi di Indonesia melihat perlunya suatu event untuk berbagi pengalaman, dan bertukar pikiran dalam melihat berbagai persoalan geologi dari sudut pandang yang berbeda baik itu dari sudut akademisi maupun sudut pandang praktisi.

Ditengah keterbatasan yang ada, IAGI mewujudkannya dalam bentuk webinar Diskusi Pakar yang diharapkan dapat menjadi wadah diskusi untuk para geosaintis dari berbagai latar belakang dan zona waktu yang berbeda. Diskusi Pakar pada sesi 23 April 2020 mengangkat tema Rare Earth Elements & Critical Raw Materials : Kebutuhan Industri Masa Depan dan Potensinya di Indonesia.
Dimoderatori oleh Siti Rofikoh (FGMI), serta diisi oleh 2 pembicara yaitu Yoseph C A Swamidharma (Direktur Operasional PT. Gemala Borneo Utama) dan Prof. Dr. Eng. Ir. Adi Maulana, ST, M.Phill (Guru Besar Bidang Petrologi dan Geologi Ekonomi Universitas Hasanuddin) diskusi ini sukses menarik 328 peserta.

Yoseph Swamidharma membawakan pemaparan terkait perspektifnya dalam eksplorasi critical raw material di Indonesia. Dalam pemaparannya beliau memulai dengan membatasi definisi dari critical raw material itu sendiri. Dimana suatu material dikatakan kritikal jika material tersebut tidak memiliki pengganti atau substitusi, bila negara pengguna atau konsumernya harus mengimpor bahan bakunya, dan supply material didominasi oleh sedikit sekali produser. Merujuk pada definisi tersebut, setiap negara dapat menentukan material apa saja yang menjadi CRM-nya dan jenis material ini dapat berubah seiring waktu berdasarkan kebutuhan.Setiap tahunnya kebutuhan akan material CRM terus bertambah seiring dengan pertumbuhan industri dan perkembangan menuju green revolution. Dahulu industri pertambangan hanya berfokus pada produk primer seperti timah, tembaga, nickel dan besi karena proses ekstraksi produk primer lebih mudah dan ekonomis dibanding material pada cluster CRM. Hal ini menjadikan material pada kelompok CRM akan berakhir di waste dump dan tidak terekstraksi lebih tepat guna. Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya kebutuhan akan material yang ramah lingkungan, mineral-mineral pada kelompok CRM saat ini sudah mulai ditambang dalam jumlah yang cukup besar di beberapa negara.

Di Indonesia, eksplorasi CRM masih terkendala pada kurangnya investor yang berminat untuk mendanai program eksplorasi CRM. Hal ini menjadi wajar mengingat fleksibilitas material pada kelompok CRM dari waktu ke waktu. Sebagai contoh mineral Scandium (Sc) berdasarkan European Union pada tahun 2011 termasuk kedalam kelompok CRM, namun pada tahun 2014 tidak terdaftar sebagai CRM dan pada 2017 kembali terdaftar sebagai material CRM. Dalam rentang 6 tahun terjadi setidaknya 3 kali perubahan “status” pada Scandium. Ini menjadikan eksplorasi CRM menjadi kegiatan yang beresiko sangat tinggi. Ketika ditemukan cadangan dalam jumlah yang cukup besar dan dinilai profit pada saat itu, investasi kemudian ditingkatkan dalam bentuk pabrik pengolahan dan dalam rentang waktu beberapa tahun saja, material tersebut sudah tidak “critical” atau bahkan “tidak laku” lagi karena kebutuhan industri berubah.

Pada akhir presentasinya, Bpk Ami menyarankan bahwa Indonesia harus mulai cermat dalam mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan nasionalnya pada CRM, kemudian mendorong pengembangan pada industri hilirnya. Selain itu, pendanaan pada eksplorasi tahap awal sangat diperlukan sebelum beralih ke perusahaan nasional dan internasional untuk dikembangkan. “CRM merupakan masalah global, gunakan setiap peluang untuk menarik kerja sama penelitian global” pungkasnya.

Setelah pemaparan dari sisi industri dan pemanfaatannya, peserta kemudian diajak untuk melihat unsur tanah jarang dalam kacamata ilmiah. Prof. Adi membawakan penelitiannya yang berjudul “Study on Granite-Related Rare Earth Elements Deposits and Sc (Scandium)-Bearing Lateritic Ni Deposits in Ultramafic Rock : A New Paradigm in Indonesia Metal Mining Industry”. Presentasi dimulai dengan menyajikan data produksi REO (REE oxide) global berdasarkan data USGS dari tahun 1994 – 2012. Dari data USGS dapat disimpulkan selama 20 tahun terakhir produsen REE masih didominasi oleh China, menyusul dibawahnya USA, India dan Australia pada beberapa tahun terakhir.

Prof. Adi juga menguraikan dua kelas utama REE yaitu Light REE dan Heavy REE, geokimia, serta jenis depositnya. Rupanya meski dinamakan “rare”, material ini tidak berjumlah sedikit di alam. Material ini dikatakan “jarang” dikarenakan konsentrasi keterdapatannya tidak banyak di dalam endapan, berbeda dengan komoditas lain seperti Au (emas) yang jumlahnya di bumi lebih sedikit namun keterdapatannya berkumpul pada suatu endapan. Setidaknya terdapat 8 jenis deposit REE yang terdapat di alam, namun dalam diskusi ini hanya 2 yang dijelaskan lebih lanjut yaitu tipe ion adsorbtion dan placer.

Tipe endapan ion adsorption dicirikan dengan lapukan granit yang secara geokimia berupa granit tipe-I, dan sumber mineral bijihnya berupa allanite serta titanite. Endapan dengan tipe ion adsorption dapat ditemukan di China Selatan dan Thailand Selatan. Berkebalikan dengan tipe ion adsorption, REE dengan tipe endapan placer sumbernya dapat berupa granit tipe-S bahkan batuan metamorf dengan monazite dan xenotime sebagai mineral bijih utamanya. REE dengan tipe endapan placer dapat ditemukan di Toboali (Bangka) dan Myanmar Selatan.

Pada akhir presentasi, Prof. Adi menjabarkan penelitiannya tentang Scandium (Sc) dalam endapan Nickel lateril pada batuan ultramafik di Sulawesi Selatan. Dari hasil studinya, disimpulkan bahwa Scandium terkonsentrasi pada lapisan limonit dan berlawanan dengan kehadiran Nickel. Pada nickel laterit dengan grade rendah, Scandium justru hadir dalam konsentrasi yang tinggi.

Pemaparan dari kedua narasumber kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab selama kurang lebih 30 menit. Ada hal menarik pada sesi tanya jawab ini. Jika sebelumnya Prof. Adi menjabarkan studinya tentang Scandium pada Nickel laterit, ternyata Scandium juga dapat dijumpai pada Bauxite laterit. Scandium pada Bauxite laterit ini terbentuk melalui proses penggantian Fe3+ dengan Sc3+ pada lapisan limonitnya dengan Zircon yang menjadi host dari Sc3+ tersebut. (Siti Rofikoh-FGMI/Biro media internal IAGI)

>
>