News Details

  • 12-09
  • 2020

SEMBURAN LUMPUR BLEDUK KESONGO: BELAJAR DARI FENOMENA KEBUMIAN UNTUK MITIGASI BENCANA

SIARAN PERS

IKATAN AHLI GEOLOGI INDONESIA


Jakarta, 9 September 2020




SEMBURAN LUMPUR BLEDUK KESONGO: Belajar dari fenomena kebumian untuk mitigasi bencana


Fenomena alam, selalu menjadi perbincangan publik. Media massa, diperkuat media on-line, selalu muncul paling awal terkait fenomena alam. Demikian juga pemberitaan fenomena Bleduk Kesongo yang meletup pada 27 Agustus 2020. IAGI. Sebagai lembaga asosiasi profesi geologi, IAGI ingin memberikan penjelasan secara utuh, agar fenomena alam Bleduk Kesongo tidak hadir sebagai informasi yang terpisah-pisah.Informasi geologis dan geografis, beserta kondisi historis kebumian perlu disampaikan ke masyarakat. Baik sebagai hal yang berpotensi positif bagi inventori sumber daya, maupun langkah-langkah mitigasi terhadap fenomena alam yang berpotensi menjadi bencana. Hal ini sangat diperlukan agar menjadi edukasi bagi masyarakat.


MENGENAL FENOMENA BLEDUK KESONGO


Kejadian semburan lumpur di Blora (Kesongo) dan Sidoarjo (Lusi), memiliki kenampakan yang mirip yaitu menyemburnya lumpur dari dalam bumi (bawah permukaan) akibat lapisan batuan dekat permukaan, yang karena suatu sebab, tidak kuat menahan tekanan pada lapisan batuan di bawahnya yang memiliki tekanan luap (overpressured). Namun secara karakter menurut Dr. Ir. M. Burhannudinnur, M.Sc. IPM. yang adalah Wakil Ketua Umum IAGI sekaligus Ketua ASPRODITEGI (Asosiasi Program Studi Teknik Geologi) menyebutkan dalam penelitiannya (Burhannudinnur, 2013) bahwa Gunung Lumpur Kesongo dan Gunung Lumpur Lusi memiliki beberapa perbedaan. Gunung Lumpur Kesongo (dikenal pula sebagai Bleduk Kesongo) merupakan gunung lumpur yang berasosiasi dengan sesar/ patahan yang secara struktur berada di puncak antiklin berarah barat timur, sedangkan Gunung Lumpur Lusi berasosiasi dengan struktur diapir atau mud diapir. Ketebalan batuan sedimen dari Gunung Lumpur Kesongo berkisar sekitar 1.000 m – 3.000 m, sedangkan Gunung Lumpur Lusi memiliki ketebalan lebih besar dari 3.000 m.

Gunung Lumpur Kesongo tergolong tidak aktif namun kejadian semburan pada pekan lalu terjadi secara tiba-tiba dan intermitten. Meskipun tidak aktif, Bleduk Kesongo pernah beberapa kali erupsi antara lain pada tahun 2006-2008, kemudian pada Maret 2013 selama kurang lebih 5-7 hari dan terakhir 27 Agustus 2020. Material lumpur tersebut berasal dari Formasi Tawun, yang menyembur dengan membawa gas metana, CO2, N2. Bledug Kesongo terletak dekat dengan lapangan Minyak Gabus dengan sumur-sumur tua jaman Belanda. Area ini bermorfologi perbukitan landau dena luas area morfologi pai (puncak kubah) kurang lebih 1,25x1.25 km2. Beda tinggi dengan relief sekelilingnya berkisar 20-30 m. Diameter luar morfologi kubah mencapai 2,5 km (Gambar 1 A). Di puncak kubah terdapat kawah landai dengan bekas pai dari gunung lumpur. Geometri sistem gunung lumpur pada Bleduk Kesongo dapat di definisikan dengan baik melalui data seismik (Gambar 1B). Beberapa rekahan dapat dikenali dengan jelas sebagai kekar dan sesar naik, dengan arah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara (Gambar 2). Jejak pai diikuti perubahan warna melingkar lumpur dari dalam keluar berwarna abu-abu gelap, abu-abu terang, merah kecokelatan, sampai coklat muda pada bagian paling luar. Pola lingkaran warna diduga mempunyai hubungan dengan sejarah pengendapan lumpur dan periode letusannya.

Gambar 1. Morfologi Kubah Bleduk Kesongo (A) dan sumber overpressured shale dari interpretasi penampang kecepatan (warna putih) (B).

Gambar 2. (A) Peta geologi Bleduk Kesongo berdasarkan data citra dan survei lapangan tahun 2009. (B) Penampang geologi dengan kedalaman diperkirakan dari perbedaan tinggi kubah di lapangan

Kondisi bawah permukaan di bagian timur hasil dari interpretasi seismik diwakili oleh (Gambar 3). Formasi Tawun (lapisan berwarna hijau) menebal di bagian tengah. Geometri Formasi Tawun menebal ke arah utara dan menipis ke arah selatan dan puncak Formasi Tawun membentuk tinggian atau struktur antiklinal. Sedangkan bagian bawahnya membentuk struktur sinklinal. Hal ini mengindikasikan adanya gejala kontraksional setelah Formasi Tawun diendapkan.

“Secara regional, Formasi Tawun di daerah Kradenan mempunyai laju sedimentasi yang paling tinggi di antara formasi lainnya berkisar antara 200-400 m/jt. Formasi lainnya berkisar 25-290 m/jt. Harga rasio strain di Kradenan relatif tinggi” ungkap Burhannudinnur. Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah Kradenan mempunyai struktur yang sangat terdeformasi dengan rasio strain yang besar, pada tektonik kontraksional. Data ini sejalan dengan hasil penelitian terbarunya pada tahun 2020.

Identifikasi potensi sistem gunung lumpur di Formasi Tawun digambarkan oleh penelitian terakhirnya pada Gambar 4. Hal tersebut digambarkan melalui integrasi dari analisis rasio strain, laju sedimentasi dan litostatik atau tegangan vertikal daerah Kradenan yang menginformasikan lokasi zona tekanan luap di bawah permukaan yang berpotensi menjadi gunung lumpur. Potensi gunung lumpur dapat dilihat pada Gambar 5 dengan zonasi warna biru. Zona tersebut menunjukkan proyeksi zona “overpressured shale” pada Formasi Tawun di permukaan. Peta ini dapat digunakan untuk mitigasi risiko geoahazard dalam pekerjaan eksplorasi dan eksploitasi migas


Gambar 3 Hasil interpretasi seismik di bagian timur daerah Kradenan. (A) Penampang hasil interpretasi seismik lintasan terpilih utara-selatan yang melewati Gunung Lumpur Kesongo. (B) Penampang hasil interpretasi seismik lintasan terpilih utara-selatan melewati sumur migas


Gambar 4. Peta area potensi kejadian gunung lumpur di daerah Kradenan dan sekitarnya


MITIGASI YANG HARUS DILAKUKAN


Dari sisi fenomena geologi yang terjadi, menghentikan semburan, bukan langkah yang mudah yang dapat dilakukan, mengingat kondisi permukaan dan bawah permukaan. Namun, dari monitoring fenomena semburan secara rutin, pemetaan detail, bisa jadi memberikan referensi langkah teknis dan arah untuk menghentikan semburan lumpur.

Dampak utama fenomena Bleduk Kesongo, adalah semburan lumpur panas dan mengandung gas yang kalau tidak ditangani dapat merugikan lingkungan di sekitar wilayah semberan. Dengan kondisi tersebut, hal yang harus diperhatikan, dipetakan dan dicatat secara detail, sebagai berikut :

a. Volume lumpur : besarnya volume lumpur, posisi titik semburan dan pola naik turunnya semburan sangat perlu dipetakan dan dicatat secara detail.

b. Karakteristik lumpur : kandungan air, salinitas (jika ada), suhu lumpur, kandungan gas dan logam berat terkandung. Dengan pencatatan tersebut, akan dapat diketahui apakah lumpur tersebut akan mengarah pada semburan bahan beracun atau tidak. Ini sangat penting untuk menilai keamanan semburan dan akibatnya pada pemukiman masyarakat sekitar semburan terjadi.

c. Dampak lumpur terhadap sosial, ekonomi. Saat ini, bisa jadi fenomena Bleduk Kesongo tidak terlalu mengakibatkan gangguan atau dampak langsung pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar semburan. Namun antisipasi besaran semburan, akumulasi volume semburan dan suhu lumpur bisa jadi akan mengakibatkan rusaknya lingkungan fisik yang dapat dirasakan masyarakat.

d. Dampak Psikologis. Pengamatan akan dampak psikologis menjadi sangat diperlukan. Bisa jadi atas asumsi yang salah dan bayangan akan dampak besar fenomena alam lainnya (seperti lumpur Lusi) dapat menjadi pikiran yang terus muncul dan melekat di sebagian anggota masyarakat sekitar semburan. Dengan sosialisasi fenomena, penjelasan keteknikan yang rasional dan mudah dimengerti, perlu terus dilakukan untuk mengurangi dampak psikologis.


Dengan sosialisasi fenomena yang terjadi, penjelasan kepada masyarakat sekitar semburan lumpur maka mitigasi atas Beduk Kesongo menjadi dapat dipersiapkan dengan baik. Sebaliknya, antisipasi mitigasi teknis dan dampak sosial dan ekonomi, perlu dilakukan secara terintegrasi, dan harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Asosiasi profesi dan juga lembaga lainnya yang terkait dengan fenomena alam sangat dapat membantu dalam hal ini.

-----11092020 – IAGI-----