News Details

  • 11-05
  • 2020

MGTI TALK SERIES 01 : LIQUEFACTION HAZARD POTENTIAL IN INDONESIA

Sebagai salah satu implementasi program kerjanya di tengah wabah Covid-19, MGTI IAGI meluncurkan MGTI Talk Series, yaitu sebuah program dimana beberapa ahli geologi teknik berbagi pengalamannya terkait dengan penerapan ilmu dan teknologi terbaru dalam bidang geologi teknik.

MGTI Talk Series 01 diadakan pada tanggal 8 Mei 2020 pukul 13.30 - 15.30 WIB dalam bentuk Webinar menggunakan aplikasi Zoom, dengan judul "Liquefaction Hazard Potential in Indonesia", menampilkan dua pembicara, yaitu Taufiq W. Buana (PATGTL, Badan Geologi) dan Andi Sata (Pusjatan, Kementerian PUPR), dimoderatori langsung oleh Ketua MGTI IAGI, Imam A. Sadisun.

Acara dibuka dengan terlebih dahulu memperkenalkan para pembicara dan memaparkan singkat riwayat hidupnya, dilanjutkan dengan mempersilakan Taufiq W. Buana yang membawakan peparannya berjudul “Pengenalan Likuefaksi dan Atlas Likuefaksi Indonesia” pada sesi pertama. Taufik memulai pemaparan dengan menjelaskan definisi dari likuefaksi yang mengacu kepada KBBI yaitu fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa, senada yang dikemukakan oleh Kramer (1996). Mekanisme likuefaksi pada kondisi awal, ketika gempabumi dan sesaat setelah gempabumi, dimana partikel massa tanah yang bersifat lepas mengalami peningkatan tekanan air pori yang signifikan sesaat setelah gempabumi, sehingga kepadatan antar partikelnya berkurang.

Beberapa studi kasus dipaparkan, yaitu kejadian Likuefaksi Palu 2018, Gempabumi Padang 2009, dan Pidie Jaya Aceh 2016. Taufiq menjelaskan tipe likuefaksi yang ada dengan mengacu pada Kramer (1996) dan tipe kerusakan akibat likuefaksi dengan mengacu pada Zhang dkk. (1998). Metode evaluasi likuefaksi dijelaskan dimana terdapat adanya pendekatan kualitatif dan perhitungan terukur (kuantitatif). Peta potensi likuefaksi dan faktor keamanan untuk terjadinya likuefaksi merupakan output dari metode evaluasi tersebut. Buku “Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia” yang telah diterbitkan oleh Badan Geologi juga dijelaskan oleh Taufik dengan berbagai batasan, metodologi, dan klasifikasi tingkat kerentanan pada atlas tersebut.

Tiga point catatan penutup dari Taufiq dalam paparannya adalah: 1) Indonesia yang kaya akan sumber gempabumi sangat memungkinkan likuefaksi dengan persyaratan tertentu, 2) Mitigasi terhadap bahaya likuefaksi yang umumnya terjadi di Indonesia masih dapat dilakukan dengan upaya rekayasa engineering, namun mitigasi untuk kasus likuefaksi tipe aliran yang menyebabkan gerakan tanah (contoh kasus Palu 2018/Tipe Palu) merupakan tantangan tersendiri, karena prosesnya yang sangat cepat dan area terdampak yang luas, dan 3) Atlas kerentanan likuefaksi di Indonesia masih bersifat regional dan sumbangsih para ahli geologi sangat diharapkan untuk dapat bersinergi dalam memperbarui ketajaman informasi pada atlas tersebut. Setelah pemaparan dari Taufiq, telah dilakukan tanya jawab dan saran yang disampaikan oleh para peserta webinar dengan sangat antusias.

Setelah sesi pertama selesai, kemudian moderator melanjutkan sesi selanjutnya, dengan mempersilahkan Andi Sata untuk memulai pemaparannya. Judul paparan yang disampaikan oleh Andi adalah “Mitigasi Risiko Likuefaksi untuk Bidang Jalan dan Jembatan”. Rangkaian presentasi dimulai dengan pendahuluan tentang likuefaksi, dilanjutkan dengan pembahasan penilaian resiko bahaya likuefaksi, yang dibagi dalam tiga tahap yaitu: 1) Tahap I, menentukan potensi likuefaksi, 2) Tahap II, jika berpotensi likuefaksi, maka dilakukan evaluasi dengan memperhitungkan penyelidikan lapangan (liquefaction triggering), dan 3) Tahap III, jika likuefaksi terjadi, dilakukan evaluasi deformasi dan dampaknya pada struktur jalan dan jembatan (liquefaction induced ground deformation). Prosedur dari mitigasi risiko likuefaksi dipaparkan melalui empat tahapan, yaitu penentuan potensi likuefaksi, penentuan pemicu likuefaksi, penentuan likuefaksi yang menimbulkan deformasi, dan rencana mitigasi risiko. Andi dalam paparannya menyampaikan draft “Pedoman Mitigasi Risiko Likuefaksi” yang sedang dipersiapkan oleh Komite Teknis Kementerian PUPR. Saran penutup dari Andi untuk mengantisipasi terjadinya likuefaksi, yaitu perlu adanya identifikasi bahaya yang tepat agar risiko bencana dapat dilakukan sebelum dibangunnya suatu infrastruktur di atas tanah yang berpotensi likuefaksi.

Sesi kedua ditutup dengan tanya jawab selama kurang lebih 15 menit. Hal yang menarik pada sesi tanya jawab kedua adalah adanya saran dari peserta, dimana sebaiknya pedoman dan penentuan risiko bencana likuefaksi, juga berbicara mengenai besaran deformasi, berupa settlement dan lateral speading. Kolaborasi benrbagai instansi menjadi penting dalam penyusunan pedoman untuk menjawab tantangan ke depannya. Selesai diskusi, Imam A. Sadisun selaku moderator menutup seri pertama MGTI Talk Series ini dengan mengucapkan terima kasih atas partisipasi seluruh pihak dalam acara ini dan menunggu partisipasinya dalam event-event MGTI IAGI selanjutnya (Yuswiyanto-MGTI/Biro Media Internal IAGI).