News Details

  • 22-09
  • 2016

KENAPA GARUT BANJIR: KOMBINASI CURAH HUJAN TINGGI, DAYA DUKUNG LINGKUNGAN MEROSOT DAN KONDISI GEOLOGI YANG RENTAN (?)

Menjelang tengah malam, Selasa, 20 September 2016, Garut yang dingin dan tenang dilanda banjir hebat. Ketinggian air dilaporkan mencapai 3 meter di beberapa wilayah. Korban jiwa dan harta berjatuhan, hingga Rabu malam ini pukul 21.30 dilaporkan oleh Metro TV 21 orang meninggal dunia dan 16 orang hilang. Kita semua berduka atas kejadian bencana ini. Semoga cepat tertangani dan korban tidak bertambah lagi. Dari info yang bisa dikumpulkan, banjir bandang seperti ini pernah terjadi di 2001 yang terjadi di daerah Leles, sebelah utara kota Garut dan terkenal dengan nama banjir bandang Gn. Mandalawangi (Sumber: Gatot Soedradjat, eks-PVMGB, Badan Geologi, PP-IAGI).  Kali ini banjir melanda wilayah lebih luas di seputar kota Garut dan sepanjang DAS Cimanuk (lihat Peta). Banjir seperti ini biasanya bersamaan kejadian atau diikuti dengan tanah longsor di sepanjang alur sungai. Kondisi bentang alam kota Garut yang dikelilingi gunung-gunung tinggi diantaranya G. Cikuray (2.821m) di sebelah selatan, G. Galunggung (2.167m) di sebelah timur, G. Mandalawangi (1.160m) di utara dan G. Guntur (2.249m) di sebelah barat menjadikan Garut berada di lembah dimana S. Cimanuk mengalir ke arah timur laut-utara. Produk dari gunung-gunung api tersebut berupa material/ batuan volkanik yang sebagian besar belum terkompaksi ditambah dengan tebalnya lapisan (horizon) tanah karena pelapukan akan memudahkan daerah seperti ini bergerak di kala hujan. Belum lagi kegiatan alih fungsi lahan menjadi lahan-lahan terbuka (perkebunan, pertanian maupun permukiman) makin menurunkan daya serap lahan terhadap air permukaan. Area-area terbuka seperti dimaksud dapat diidentifikasi dengan mudah pada peta citra satellite (google earth – Peta terlampir). Diperkirakan dengan kondisi bukaan lahan seperti itu, “run off” air permukaan meningkat tajam sejak 10 tahun terakhir (Gatot Soedradjat). Beberapa aspek yang mungkin berkontribusi terhadap kejadian banjir bandang serta gerakan tanah Garut, dan perlu dikaji lebih lanjut adalah: (1) curah hujan sangat tinggi, (2) soil/ pelapukan batuan yang tebal, (3) produk volkanik muda yang belum terkompaksi, (4) kemungkinan adanya bendung alamiah yang jebol di hulu-hulu sungai karena hujan yang terus menerus, (5) kemungkinan longsoran purba yang aktif kembali, (6) alih fungsi lahan yang tidak terkontrol dan menambah luas ruang terbuka, (7) kota Garut berada di lembah sepanjang S. Cimanuk dikelilingi gunung-gunung tinggi dan terjal, (8) morfologi terjal baik di lereng gunung maupun di tebing-tebing sungai, dan (9) banyaknya permukiman di sempadan sungai. Mitigasi banjir dan gerakan tanah di daerah dengan kondisi seperti Garut memang memerlukan kajian komprehensif. Aspek geologi harus sangat berperan dalam penataan ruang terutama terkait dengan pemanfaatan dan perluasan lahan terbuka. Tanpa mengurangi keprihatinan kita kepada para saudara-saudara kita yang menjadi korban, kita harapkan banyak pelajaran dapat dipetik dari kejadian bencana seperti ini. Sosialisasi mitigasi bencana, di antaranya bagaimana mengenali gejala-gejala sebelum banjir datang dan sebelum gerakan tanah/ longsor terjadi – harus terus dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai cara (Dirangkum dari berbagai sumber oleh SP/ DM, 21 Sep 2016) lokasi-banjir-garut-20162109-rev-1 Peta 1: Lokasi banjir bandang Garut – perhatikan lereng-lereng terjal mengelilingi Garut lokasi-banjir-garut-on-satellite-image-google-rev-1 Peta 2: Lokasi banjir bandang Garut – perhatikan warna kecoklatan yang mengindikasikan daerah bukaan minim vegetasi