News Details

  • 21-11
  • 2016

CATATAN DARI SEMINAR KAWASAN BENTANG ALAM KARST (KBAK) DAN KONSERVASI AIRTANAH KAWASAN KARST

Jakarta, 15 November 2016. Bertempat di Pomelotel Hotel, Kuningan, Jakarta, seminar dan diskusi yang sudah digagas IAGI-MGEI sejak lama ini dilaksanakan. Topik karst dan segala permasalahannya mengemuka sejak beberapa tahun terakhir. Terutama sekali terkait dengan munculnya “gesekan” antar sektor kepentingan, di antaranya pemanfaatan kawasan karst (industri) dengan kepentingan konservasi karst dan air tanah di bawahnya (masyarakat dan LSM). Dalam sambutan pembukaannya, Ketua Umum IAGI, Sukmandaru Prihatmoko mengemukakan peran penting aspek geologi di dalam permasalahan karst, dimana ada 3 bahan utama yang mempengaruhi terbentuknya karst: batuan mudah larut (utamanya batugamping), airtanah (dan air permukaan), serta proses geologi yang menyertainya (pelarutan, pelapukan batuan dll). Sementara di sisi lain IAGI sendiri juga mengelola 3 hal utama yaitu (1) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kebumian (ekstraktif), (2) mitigasi bencana, dan (3) konservasi lingkungan hidup. 3 hal utama yang harus dijaga keseimbangannya. Oleh karenanya melalui seminar dan diskusi lintas sektor ini, IAGI-MGEI berusaha menjembatani silang sengkarut permasalahan karst ini. Melalui forum ini diharapkan para ahli/ narasumber dapat berbagi pendapat dan bertukar ide, yakni dari aspek sain karst, airtanah, pengelolaan dan pemanfaatan (ekstraksi dan geowisata), konservasi dan regulasi (aspek legal). Hasil dari seminar ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi seluruh stakeholder utamanya pemerintah terhadap pengelolaan kawasan karst untuk sebaik-baiknya kepentingan bangsa dan negara. Narasumber pada acara ini terdiri dari Dr. Rudy Suhendar (Kepala Pusat Sumberdaya Airtanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi, Kemen ESDM), Bambang Nurmantyo (Ditjen Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Kemen LHK), Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang diwakili oleh Alexander Frans, Persatuan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) yang diwakili oleh Dr. Irwan Iskandar. Pembicara lain adalah Dr. Budi Brahmantyo (ITB), serta Dr. Roemantyo dan Dr. Cahyo Rahmadi (LIPI). Satu pembicara dari UGM (Dr. Eko Haryono) yang sudah diudang sebelumnya berhalangan mendadak. Acara dimoderatori oleh I Made Suasta dari IAGI-MGEI. Acara dibuka oleh Dr. Rudy Suhendar mewakili Kepala Badan Geologi, Kemen ESDM yang dilanjutkan dengan presentasi tentang Regulasi KBAK. Kawasan karst adalah wilayah strategis yang menyangkut multi sektor, begitu kata Rudy Suhendar dalam presentasinya. Karst mulai menghangat sejak tahun 1997, saat adanya seminar international tentang konservasi alam. Gema seminar itu sampai ke Indonesia, dan tahun 1999 dikeluarkan pedoman pengelolaan kawasan karst yang menjadi pembahasan, di antaranya adalah Karst Gunung Sewu, Karst Gombong, Karst Maros, Karst Kendari, Karst NTT. Kementerian ESDM yang diberi tanggung jawab untuk mengelola kawasan karst, namun pemerintah provinsi yang diberi wewenang untuk mengajukan kawasan karst tersebut. Pada tahun 2000, beberapa gubernur di Indonesia melakukan penyelidikan dan penetapan klasifikasi kawasan karst; I, II, III. Kemudian tahun 2012 dikeluarkan Permen Nomor 17 yang isinya mengakomodir klasifikasi I. Pengelolaan kawasan kars bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan kawasan kars, guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Permasalahan yang terjadi di masyarakat saat ini adalah pergesekan masalah antara pemanfaatan dan perlindungan karst. Walaupun dalam hal permintaan “perlindungan” masih perlu dikaji lebih lanjut. Misalnya saja, beberapa golongan masyarakat yang mengakui sebagai ahli karst saat ini, ternyata berlatar belakang kegemaran atau hobi memanjat tebing (termasuk tebing batugamping), atau para penelusur gua dan meminta pemerintah untuk melindungi lokasi-lokasi tertentu. Paling tidak ada sekitar 300 lokasi batugamping yang diminta oleh masyaralat untuk dilindungi saat ini. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan karst terkait dengan lingkungan yang disampaikan oleh Rudy Suhendar adalah belum lengkapnya data dan informasi tentang nilai penting yang ada dalam kawasan karst, ketidakjelasan peruntukan kawasan karst, rendahnya peran masyarakat, dan benturan konflik dan tarik menarik kepentingan. Untuk itu Rudy menyampaikan agar para geology profesional kembali kepada ilmu pengetahuan, “back to basic” dalam mendeskripsikannya. Bagaimana karst itu terbentuk, bagaimana batuan penyusun karst, dan bagaimana aspek hidrogeologinya. Rudy Suhendar juga menyampaikan pengertian kawasan bentang alam karst (KBAK) Berdasarkan Permen ESDM 17/2012 yang dinyatakan bahwa kawasan bentang alam karst adalah karst yang menunjukkan bentuk eksokarst dan endokarst tertentu. Kriteria bentuk eksokarst dan endokarst tertentu adalah sebagai berikut: a. Memiliki fungsi ilmiah sebagi obyek penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan; b. Memiliki fungsi sebagai daerah imbuhan air tanah yang mampu menjadi media meresapkan air permukaan ke dalam tanah; c. Memiliki fungsi sebagai media penyimpan air tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer; d. Memiliki mata air permanen, dan e. Memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan sungai bawah tanah.

kbak-gbr-1

Gambar 1: Aneka nilai kawasan karst

Bambang Nurmantyo dari Bina Pengelolaan Ekosistem Essensial menyampaikan bahwa Potensi bentang alam karst Indonesia adalah 154.000 km2 (0.08% dari luas daratan Indonesia), angka-angka ini dikutip dari A.B. Rodhial Falah, Petrasa Wacana, Fredy Chandra, 2015. Bambang memasukkan unsur flora dan fauna ke dalam kawasan karst sehingga terbentuk istilah ekosistem karst. Ekosistem karst adalah tatanan karst di bawah permukaaan dan di permukaan tanah dan/atau di dalam laut dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Ekosistem karst mempunyai jasa terhadap kehidupan manusia; 1. Jasa penyedia: air, sumber energi, sumber genetic. 2. Jasa pengatur: polliator, pengendali hama, pengatur iklim; 3. Jasa budaya: wisata, spiritual, pendidikan dan ilmi pengetahuan; dan 4. Jasa pendukung: nutrient, hidrologi, dan produksi primer.

Saat ini Kemen LHK telah menyelesaikan RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst (RPP PEK) berdasarkan mandat dari UU 32/2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. RPP ini menyangkut enam hal: perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan sanski administrative. Penetapan fungsi ekosistem karst (RPP PPEK) didasarkan pada dua fungsi; lindung dan budidaya. Fungsi Lindung apabila terdapat; Biota Permukaan dan Bawah Permukaan, Sungai Bawah Permukaan, Sungai di Dalam Laut, Mata Air, Danau, Cagar Alam Geologi dan/atau Cagar Budaya. Fungsi Budidaya apabila tidak memenuhi kriteria lindung sehingga dapat dimanfaatkan untuk semua usaha dan/atau kegiatan.

kbak-gbr-2

Gambar 2: Sebaran karst di Indonesia; (yang pernah dikunjungi adalah yang diberi ada garis lable).(DR. Budi Brahmantyo)

Bambang Nurmantyo menyatakan dalam presentasinya bahwa hampir sebagian besar kawasan karst merupakan kawasan rawan bencana. Hal ini didasarkan pada sebaran bencana di Indonesia menurut BNPB tahun 2012. Ini adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri atau dihindari bahwa kawasan karst adalah kawasan yang rawan bencana kekeringan bukan bencana tanah longsor ataupun yang lainnya, hampir setiap tahun bila musim kemarau tiba sudah dipastikan kawasan ini kesulitan air. Sementara itu, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang diwakili oleh Alexander Frans (yang juga pelaku industri PT Indocement) membahas karst dari berbagai sisi. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yakni aspek pemanfaatan (ekonomi), aspek perlindungan (planet), dan aspek kemanusiaan (people). Pemanfaatan batugamping dengan berbagai efek dominonya di masyarakat dan perjalanan industrinya dari awal sampai menjadi produk semen yang dibutuhkan dalam pembangunan diuraikan oleh Alexander. Indocement dan pelaku industri terkemuka yang lain menjalankan ketiga aspek tersebut di setiap lokasi operasinya. Produksi semen di Indonesia saat ini sebanyak 88,4 juta ton sementara konsumsi semen keseluruhannya berjumlah 64,4 juta ton pertahun, terjadi oversupply kata Alexander. Namun jika dilihat dari statistik regional negara di Asia menurut Deutsche Bank tahun 2013 disebutkan bahwa konsumsi semen per kapita masyarakat Indonesia masih di bawah Singapura, Vietnam, dan Thailand (Gambar 3). Pertumbuhan semen mengalami peningkatan sebanyak 60% dari tahun 2005 ke 2013, dari 143kg menjadi 229kg per kapita. Ketimpangan konsumsi semen antara negara-negara tetangga inilah yang menjadi penarik perusahaan-perusahaan untuk membangun pabrik semen. Untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang maka pabrik semen dibangun. Investor dalam dan luar negeri tertarik untuk terus meningkatkan produksi karena diperkirakan konsumsi perkapita masyarakat Indonesia terhadap semen akan menuju pada jumlah yang sama dengan negara tetangga, kemudian terus meningkat mengejar jumlah konsumsi masyarakat di negara maju. Hal ini karena kebutuhan manusia akan pembangunan perumahan dan infrastruktur akan terus meningkat.

kbak-gbr-3

Gambar 3: Statistik konsumsi semen per kapita di pasar regional Asia. Alexander juga mengatakan bahwa berdasarkan RTRW pembukaan pabrik semen masih terbuka. Agar proses pembangunan pabrik semen berjalan lancar maka proses AMDAL dan semua peraturan harus diikuti oleh perusahaan semen. Wilayah KBAK harus benar-benar diketahui dengan pasti sebelum perusahaan semen mendirikan pabrik. Irwan Iskandar dari PAAI dalam presentasinya menyampaikan kita harus menggunakan air secara bijak. Karst adalah sebuah tipe bentang alam dan juga sebuah tipe akuifer. Wilayah karst dibentuk oleh batuan yang padat namun mudah larut seperti batu gamping, dolomite, gypsum, anhydrite, dan beberapa batuan lain yang mudah larut (International Association of Hydrogeologist). Karst meyimpan air hanya sebentar (low storage), porositasnya rendah, air dalam karst mengalir melalui rongga atau celah. Tanpa ada rekahan dan rongga, karst sulit menyimpan dan mengalirkan air. Kehadiran tanah di atas batu kapur dapat menahan air lebih lama. Hal ini menguatkan yang disampaikan oleh Rudy Suhendar bahwa pemahaman umum bahwa karst menyimpan air adalah pemahaman yang perlu diluruskan. Aliran airtanah pada karst tidak mengikuti persamaan Darcy, yang umum digunakan dalam aliran airtanah. Sistem aliran air pada karst unik, aliran air dikontrol oleh conduit (rongga) yang membentuk “sungai” bawah tanah. Lubang penghubung resapan (ponor ataupun gua) yang terhubung dengan aliran bawah tanah menjadi hal penting. Keberadaan rongga atau rekahan, dan kehadiran lapisan tanah perlu dipetakkan untuk mengetahui hidrogeologi karst. Batuan penyusun karst sendiri merupakan batuan yang pada umumnya impermeable (tidak meloloskan air). Konservasi air tanah diupayakan untuk mempertahankan kesediaan airtanah sehingga masih memungkinkan aktifitas dan rekayasa manusia untuk menjamin ketersediaan airtanah. Upaya / rekayasa dalam konservasi airtanah meliputi mengendalikan pengambilan air tanah. Menjaga resapan atau meningkatkan resapan air tanah di daerah yang terganggu oleh aktivitas manusia melalui sumur resapan, sumur injeksi, waduk, danau resapan, dan rekayasa penambangan sehingga infiltrasi airtanah meningkat.

kbak-gbr-4

Gambar 4: Ilustrasi 2D proses hidrogeologi daerah karst (Iskandar, 2016).

kbak-gbr-5

Gambar 5: Ilustrasi 2 D rekayasa hidrogeologi terkait penggalian/perubahan bentang alam daerah karst (Iskandar, 2016) Irwan menyatakan bahwa Konservasi Airtanah di Daerah Karst “masih dapat” dilakukan bersamaan dengan aktivitas manusia, seperti penggalian dan perubahan bentang alam, melalui rekayasa konservasi-hidrogeologi. Di antaranya dengan mempertahankan ponor yang berhubungan langsung dengan sistem aliran airtanah, mempertahankan batas level penggalian sekitar 30meter di atas muka air tanah, penggalian model mangkok atau kolam, dan pelapisan dasar tambang dengan material tanah. DR. Budi Brahmantyo dosen geowisata dan geomorfologi dari ITB menyampaikan presentasi permasalahan atau dilema karst. Menurutnya, Thornbury (1989) menentukan kriteria karst ideal melalui sudut pandang geologi dan geografi. Dua puluh dua wilayah karst di Indonesia dari Aceh sampai pegunungan Jaya Wijaya ditunjukkan dalam presentasi, di mana sumber peta yang dipakai berasal dari www.mongabay.co.id. Batugamping yang berkualitas baik (CaCO3 >80%; CaO > 50%) merupakan batu gamping pejal, padat, kompak yang telah mengalami kristalisasi di mana menjadi syarat terbentuknya morfologi karst ideal yang selalu menunjukkan proses karstifikasi yang berkembang baik. Ini dicirikan oleh bukit karst, sinkhole, gua, sungai bawah tanah, mata air karst. Dalam akhir presentasinya Budi Brahmantyo menunjukkan dilemma karst yaitu pertentangan yang mungkin tidak akan pernah selesai: pembangunan fisik, (memerlukan semen, industri kalsium karbonat, batu alam/marmer, kapur tohor) berhadapan dengan kelestarian lingkungan (sumber daya air, air bersih, flora dan fauna, arkeologis, ilmu pengetahuan, potensi pariwisata, lahan mata pencaharian rakyat non-ekstraktif). Kita harus menentukan kriteria karst mana yang bisa dimanfaatkan. Roemantyo, pakar ekologi dan konservasi Kehati dari LIPI melihat kawasan bentang alam karst dari sudut pandang sisi tipe ekosistem alami. Di wilayah daratan dan pulau di Indonesia terdapat keragaman ekosistem alami mencakup paling sedikit 58 tipe. Bentang alam karst merupakan suatu wilayah yang dapat ditemukan di hampir semua tipe ekosistem di Indonesia, terutama ekosistem lahan kering. Roemantyo mengamati di kawasan karst biasanya dicirikan sebagai daerah gersang, kayu yang tumbuh batangnya relative kecil. Seberapa luas wilayah yang harus dipertahankan vegetasinya agar ekosistem karst dapat terjaga dengan lestari adalah paling tidak seluas hutan di atas sebaran batugamping. Cahyo Rahmadi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI menyampaikan karakteristik ekosistem karst sebagai penyedia jasa lingkungan. Karst penting karena kaya akan keanekaragaman hayati, spesies yang teradaptasi, endemisitas yang sangat tinggi, habitat spesies langka, dan habitat bagi spesies yang berperan penting sepeti kelelawar. Diakhir presentasi beliau menekankan perlunya penataan kawasan karst untuk pemanfaatan dan perlindungan kawasan dan gua-gua yang penting. Sesi tanya jawab dan diskusi yang mengikuti sesi presentasi selalu berlangsung dinamis dan ramai, yang telah menajamkan topik-topik diskusi. Acara berlangsung dengan peserta sekitar 50 orang yang bertahan hingga penutupan di sore hari, menunjukkan topik diskusi ini sangat menarik dan memerlukan tindak lanjut serius. Walaupun tidak semua permasalahan diketemukan solusinya namun melalui acara ini dapat diidentifikasi beberapa hal yang perlu tindak lanjut. Di bawah ini adalah ringkasan hasil Seminar “Karst” IAGI-MGEI November 2016. 1. Isu “pemanfaatan vs perlindungan” kawasan karst menjadi topik sentral/ utama 2. Ada 2 pendapat tentang materi/ batuan penyusun karst yaitu (1) tidak semua batugamping/ batuan karbonatan adalah karst, versus (2) semua batugamping/ batuan karbonatan adalah karst 3. Definisi dan kriteria “karst”, “KBAK” dan istilah-istilah di dalam terminologi “karst” (seperti ponor, dolina dll) perlu diperjelas dan klarifikasi. Kriteria penentuan KBAK perlu dikembangkan lagi – tinjau kembali Permen 17/ 2012 4. KBAK yang sekarang sudah “exist” perlu diperjelas dan disosialisasikan lebih lanjut (di antaranya oleh Badan Geologi) 5. Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) yang didalamnya termasuk Kawasan Ekosistem Karst (KEK) yang direncanakan akan di atur di dalam RPP KEE/ KEK penentuannya perlu melibatkan dan mempertimbangkan unsur kebumian (tidak hanya flora dan fauna saja) – ini bisa melibatkan IAGI, BG-ESDM. 6. Perlu disusun Standard Minimum (Pedoman) Pemetaan Hidrologi Karst – menjadi tugas Badan Geologi yang bisa/ akan dibantu oleh IAGI atau lembaga lain. 7. Untuk pemanfaatan kawasan karst (terutama bagi penambangan batugamping), berbagai rekayasa dan teknik penambangan dapat diaplikasikan agar kegiatan ini selaras dengan kaidah konservasi lingkungan. (Usulan Dr. Irwan Iskandar bisa menjadi salah satu contoh). Perlu dibuat regulasi (Petunjuk Teknis – oleh Kemen ESDM) untuk penambangan di kawasan karst.

Seminar ini merupakan acara resmi yang pertama mempertemukan berbagai stakeholder karst/ batugamping. Masih memerlukan tindak lanjut setelah ini yang akan diinfokan kepada para stake holder. (Made Suasta/ SP)

kbak-foto-1

Foto 1: Foto bersama peserta seminar di akhir acara

kbak-foto-2

Foto 2: Seminar KBAK dan Hidrogeologi Karst