News Details

  • 10-04
  • 2017

SEBUAH UPAYA MENYELAMATKAN GENERASI GEOSAINTIS

Berawal pada bulan Maret 2016, Herman Darman mengundang aktivis  organisasi untuk membahas mengenai program kerja FOSI dan AAPG di Indonesia. Hadir ketika itu adalah Minarwan (FOSI), Dwandari Ralanarko (AAPG) dan Mohamad Amin (FOSI dan AAPG).

Dari masalah program, pembicaraan merembet ke masalah kondisi industri di Indonesia dan pengaruhnya pada lulusan baru. Seiring dengan merosotnya harga komoditas, lapangan kerja geosain semakin sempit. Nyaris tak ada perusahaan yang membuka lowongan untuk fresh graduate.

Melihat kenyataan tersebut, tercetus ide dari Herman untuk membuat wadah bagi fresh graduate untuk tetap berkarya. “Pekerjaan geosain sebenarnya banyak, namun perusahaan tidak dapat mempekerjakan mereka dengan kondisi komoditas seperti saat ini,” katanya.

Profesi Indogeo Image1 Pertemuan Maret 2016 (ki-ka Dwandari Ralanarko, Minarwan, Mohamad Amin, Herman Darman)

Hasil diskusi mengenai lapangan kerja dilanjutkan dengan survei terhadap jumlah lulusan geosains angkatan 2011 dibanding dengan serapan di dunia industri. Hasilnya,  hanya 2-10 persen lulusan dari jurusan geosains yang terserap dunia kerja bidang geosain.

Isu ini kemudian dibawa dalam diskusi dengan mahasiswa pada IPA 2016. Ternyata betul, sangat banyak lulusan baru yang sudah terlalu lama menunggu pekerjaan geosain. Akhirnya sebagian beralih profesi, dan sebagian yang lain tetap menganggur.

Lantas kepada lulusan baru itu ditawarkan inisiatif untuk mengakomodir ‘masa tunggu’ sambil mengedukasi lulusan baru yang berminat di geosains. Mayoritas menjawab “ya”.

Hal ini kemudian dikomunikasikan Herman Darman ke AAPG. Syukur AAPG menyanggupi untuk men-support sistem komunikasi virtual bernama Webex Platform. Maka lahirlah inisiatif yang pada awalnya bernama AAPG Gotong Royong. Tim yang paling awal bergabung adalah Tim UNPAD dengan leader Shaskia Herida dan Tim UGM dengan leader Muhamad Rizki Asy'ari.

Tim yang baik memerlukan supervisor, beruntung ada Cindy Dhevayani, Elok Galih, Carl Fakhruddin dan Ifon Ratna Dewi yang bersedia secara volunteer dan sekaligus menjadi supervisor untuk memberikan masukan teknis terhadap project maupun sebagai mentor. Penulis pun bergabung dalam tim ini.

Profesi Indogeo Image2 Grafik jumlah mahasiswa dan lulusan geologi angkatan 2011 pada awal tahun 2016. Pengambilan data dilakukan oleh chat survey oleh beberapa volunteer. IndoGeo Social Enterprise

Masa-masa tahun emas industri migas dan minerba sebelum 2014 menjadikan geologi sebagai jurusan favorit. Dengan begitu, seleksi untuk masuk di bidang geosain sangat ketat, hanya lulusan SMA terbaik yang bisa masuk. Jurusan geologi di berbagai perguruan tinggi  pun mendapatkan bibit-bibit unggul.

Sayangnya begitu lulus seolah-olah bibit-bibit unggul ini tersia-siakan karena harga komoditas anjlok. Ada kekhawatiran begitu harga bahan tambang dan minyak naik, mereka tidak siap pakai karena sudah diserap oleh industri atau aktivitas lainnya. Jika itu terjadi, demografi geosaintis Indonesia (dan dunia) akan terganggu, satu generasi geosaintis terancam hilang. Jadi perlu dipikirkan bagaimana menyelamatkan mereka.

Suatu kali Herman Darman diundang ke Kuala Lumpur khusus mempresentasikan mengenai "How to safe a generation of geoscientists during crisis". Dari situ diketahui bahwa rupanya tidak hanya Indonesia yang akan kehilangan satu generasi geosaintis, Malaysia dan negara-negara lain juga mengalami problematika yang sama.

Keinginan menyelamatkan itu meninggikan semangat AAPG Gotong Royong. Herman yang ketika itu menjadi Principal Geologist Shell International EP mengambil pensiun dini pada Juli 2016 untuk fokus kepada AAPG Gotong Royong. Penulis tahu pada awalnya Herman ragu untuk pindah ke kuadran ke social project. Namun kecintaan terhadap tanah air dan keinginan untuk mengembangkan pemuda Indonesia, telah meyakinkan niatnya.

Selanjutnya bentuk organisasi dari AAPG Gotong Royong diubah menjadi sociopreneur project, sebuah organsiasi yang menempatkan kemanfaatan terhadap masyarakat di atas profit. Lalu tercetuslah nama IndoGeo Social Enterprise, sebuah enterprise untuk pengembangan geosaintis muda dengan moto save generation of geoscientist.

‘’Saya memikirkan sebuah reward system seperti koperasi, setiap anggota bisa mendapat penghasilan yang dibagi dari proyek proyek yang berjalan. Gol utama adalah memberikan pelatihan atau on the job training  bagi fresh graduate agar mereka memiliki kesibukan sambil menunggu harga komoditas membaik,’’ kata Herman.

Jadi, IndoGeo adalah kumpulan dari kelompok kerja lulusan baru geosain (dalam bahasa kekinian  disebut crowd-sourcing). Setiap kelompok mengerjakan projek dengan anggota 4-10 orang dan 1 ketua kelompok. Ketua-ketua kelompok diarahkan/supervisi oleh tim supervisor agar mendapatkan hasil yang berkualitas dan memperoleh big picture dari sebuah produk.

IndoGeo tidak mempunya kantor. Semua dikerjakan secara online dengan menggunakan fasilitas WhatsApp, Facebook, E-mail untuk berkomunikasi. Sebulan sekali ketua tim,  tim supervisi, dan Herman bertemu secara virtual menggunakan fasilitas Skype. Hasil-hasil pekerjaan tim di upload ke Google drive untuk diperiksa oleh “supervision team”. Personil IndoGeo tersebar di berbagai tempat di Indonesia bahkan ada satu tim di Kuala Lumpur.@Mohamad Amin Ahlun Nazar (Pertamina)  

Saat ini para lulusan baru dapat mengerjakan lima proyek berbeda pada waktu yang tidak bersamaan, yaitu:

  • GIS Mapping, melatih untuk membuat peta-peta geologi digital Indonesia dan kawasan Asia
  • Basin Review, melatih untuk membuat rangkuman dari cekungan-cekungan sedimen di Asia
  • Seismic Atlas, melakukan kompilasi dari data-data published section di Asia Tenggara
  • Geo Book, menulis buku atau brosur panduan untuk mendukung geowisata di Indonesia.
  • Geo Training, mengadakan training digital dan non-digital untuk pengembangan kompetensi personil Indogeo.
Profesi Indogeo Image3 Profesi Indogeo Image4 ** Artikel ini pernah terbit di majalah BERITA IAGI Edisi IX 2017