News Details

  • 07-12
  • 2019

KESIAPAN JAKARTA MENGHADAPI GEMPA BUMI: PREDIKSI DAN POTENSI

(Narasi dikutip dari jakartaberketahanan.org)

Jakarta, 05 Desember 2019. Sekretariat Jakarta Berketahanan kembali menggelar Forum Jakarta Berketahanan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk hadir dan saling bertukar informasi serta pengetahuan yang diharapkan dapat mendukung proses implementasi Strategi Ketahanan Kota Jakarta dalam upaya mewujudkan ketahanan kota. Pada forum ini secara spesifik dibahas bagaimana kesiapsiagaan Jakarta dalam menghadapi bencana gempa bumi yang dilihat dari sisi prediksi dan potensinya.

Untuk menjelaskan kedua hal tersebut, Sekretariat Jakarta Berketahanan sengaja mengundang beberapa ahli seperti Prof. Dr. Ir. Jan Sopaheluwakan, M.sc. dari Institute for Sustainable Earth and Resources Universitas Indonesia (ISER-UI), Dr. Daryono, S.Si., M, Si selaku Kabid Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Sukmandaru Prihatmoko selaku Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Ryan Sarsono selaku Kepala Seksi Pencegahan dari BPBD DKI Jakarta, dan Trinirmalaningrum selaku Direktur SKALA Partnership for Sustainability.

Dalam sesi diskusi Prof. Dr. Ir. Jan Sopaheluwakan, M.sc yang dipercaya sebagai moderator memantik diskusi dengan isu yang sekarang sedang hangat diperbincangkan terkait pemindahan status ibu kota dan berbagai temuan riset akademis yang menunjukan bahwa Jakarta harus bersiap menghadapi risiko gempa bumi yang tinggi akibat berbagai fenomena alam dan kondisi geologi yang ada di bawah Jakarta. Dalam paparannya, Prof Jan juga melontarkan beberapa pertanyaan seperti apakah Jakarta sudah mengenal dengan baik perilaku dan ancaman gempa yang ada, bagaimana distribusi risiko tersebut pada setiap pemangku kepentingan dilihat dari sisi ruang dan waktu, dan sudah adakah gambaran skenario dampak gempa bumi terburuk yang mungkin terjadi di Jakarta dan perhitungan potensi kerugian yang bisa terjadi jika tidak dilakukan tindakan apapun.

Menyambut berbagai pertanyaan oleh Prof Jan, Daryono dari BMKG dalam paparannya menunjukan bahwa secara data Jakarta memang tidak pernah menjadi titik kejadian gempa bumi, tidak pernah ada sumber gempa bumi yang berada di bawah lapisan tanah di Jakarta. Namun, dalam beberapa pemodelan yang sudah dilakukan oleh BMKG, didapatkan bahwa ternyata lapisan tanah Jakarta merupakan lapisan aluvial tebal yang berpotensi besar meningkatkan risiko dan dampak gempa bumi meskipun sumber gempa bumi relatif lebih jauh. Hal ini tidak lepas dari adanya berbagai patahan dan megathrust di sekitar pulau Jawa yang secara data berpotensi mengirimkan gelombang gempa hingga ke Jakarta.

Senada dengan Daryono, Sukmandaru selaku ketua IAGI juga menyatakan bahwa ekspedisi Badan Geologi pada 2019 ini telah menemukan adanya Sesar Baribis yang melintang sepanjang Subang hingga wilayah di sekitar Bogor atau selatan Jakarta. Dengan demikian, keberadaan Sesar Baribis ini, menguatkan dugaan bahwa Jakarta sangat berpotensi terkena bencana gempa bumi yang dapat kapan saja terjadi. Dalam paparannya, Sukmandaru juga menegaskan, kemungkinan pergerakan lempeng bumi ini tidak pernah bisa diprediksi secara pasti, mereka mempunyai waktu periodik yang mungkin bisa diukur, namun fenomena dan pergerakan ini tetap menjadi tanda tanya besar yang harus segera dijawab dengan upaya peningkatan kesiapsiagaan di semua level baik dalam pendekatan fisik atau non-fisik mengingat pertumbuhan penduduk dan ekonomi Jakarta terus naik sehingga, bayang-bayang kerugian tersebut juga akan terus naik jika tidak ada upaya mitigasi dan adaptasi.

Selain Daryono dan Sukmandaru yang memaparkan beberapa temuan hasil ekspedisi dan pemodelan, Trinirmalaningrum dari SKALA juga membeberkan beberapa hasil temuan studi antropologi yang dilakukannya dalam kegiatan ekspedisi Batavia. Dia berhasil menemukan catatan dan bukti sejarah berupa berita di media massa tempo dulu dan foto perubahan berbagai bagunan yang terdampak bencana gempa bumi. Dalam media massa tempo dulu misalnya, disebutkan bahwa pada zaman kolonialisme belanda, terdapat laporan kerugian dan korban jiwa yang terjadi akibat gempa bumi pada tahun 1834. Dalam media tersebut dituliskan “10 Oktober 1834, Javasche Courant mengabarkan guncangan parah terjadi di batavia, banten, karawang, bogor, dan priangan pada pagi buta. Gemetar tanah terasa hingga tegal dan lampung bagian barat. kekuatan gempa diprediksi sekitar 7 skala richter (sr)”. Selain itu, dia juga telah bertemu dengan beberapa saksi hidup yang menceritakan kejadian gempa bumi pada tempo dulu yang dikenal sebagai “lindu” dan “aya-aya” oleh masyarakat lokal di wilayah Jabodetabek.

Melengkapi berbagai pemaparan dari setiap narasumber, Ryan Sarsono dari BPBD DKI Jakarta, berusaha menjelaskan berbagai upaya yang sudah dilakukan dalam mengantisipasi risiko dan potensi gempa bumi. Meskipun belum sempurna, Jakarta telah melakukan berbagai upaya penting untuk membangun fondasi yang mendukung kegiatan kesiapsiagaan bencana, termasuk gempa bumi. Hal ini dibuktikan dengan adanya Pergub DKI Jakarta nomor 170 tahun 2016 tentang Penggunaan Rambu Kebencanaan dan Sistem Penanggulangan Pada Gedung dan Pergub DKI Jakarta nomor 187 tahun 2016 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana. Melalui kedua Pergub tersebut, BPBD DKI pun telah melaksanakan berbagai pelatihan kesiapsiagaan bagi berbagai lapisan masyarakat dan berbagai jenis bangunan seperti sekolah, bangunan gedung tinggi, rumah sakit, dsb. Meskipun demikian, Ryan juga menyampaikan bahwa upaya ini memang dirasa masih memerlukan perbaikan dan bantuan dari semua pihak mengingat banyaknya jumlah penduduk yang berpotensi terpapar dan harus dicerdaskan.

Berbagai informasi yang disampaikan oleh setiap narasumber menjadi catatan yang sangat baik untuk memulai langkah panjang dalam membangun ketahanan kota Jakarta. Ketersediaan skenario terburuk yang bisa terjadi di Jakarta juga menjadi tantangan nyata bagi setiap pihak yang harus segera dipenuhi untuk menjadi landasan dalam merencanakan pembangunan. Melalui forum dan diskusi ini, setidaknya kesadaran adanya gap pengetahuan dan aksi dalam konteks gempa bumi berhasil menjadi kesadaran bersama yang diharapkan akan terus diperbaiki guna mewujudkan Pilar SIAP pada Strategi Ketahanan Kota Jakarta.(Dirangkum oleh Biro Media IAGI)


Foto 1. Peserta Diskusi Interaktif Jakarta Berketahanan

Foto 2. Narasumber Diskusi Interaktif. Ka-ki: Jan Sopaheluwakan (ISER), Trinirmalaningrum (Skala), Ryan Sarsono (BPBD DKI Jakarta), Sukmandaru Prihatmoko (IAGI), dan Daryono (BMKG/ HAGI).

Foto 3. Suasana Diskusi/ PresentasiFoto

4. Suasana Diskusi/ PresentasiFoto

5. Penutupan Acara – Penyerahan Momento kepada narasumber oleh Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup