News Details

  • 24-07
  • 2020

SERI DISKUSI IAGI - CALON IBU KOTA NEGARA : "POTENSI TSUNAMI SELAT MAKASSAR"

Pada hari Rabu, tanggal 8 Juli 2020 telah berlangsung Seri Dikusi Daring IAGI #1 dengan tema yang diangkat pada diskusi kali ini adalah Calon Ibu Kota Negara (IKN) : Potensi Tsunami Selat Makassar. Pada kesempatan dikusi kali ini, sebanyak 480 peserta hadir yang terbagi dalam room Zoom dan streaming Youtube FGMI TV. Adapun peserta yang hadir terdiri dari latar belakang yang beragam baik akademisi, professional, maupun umum. Pada Seri Diskusi Daring IAGI #1 kali ini dimoderatori oleh Widiastuti Nur Farida (Forum Geosaintis Muda Indonesia) dengan menghadirkan 3 narasumber yang berpengalaman dalam bidang Geologi Indonesia yakni Dr. Andang Bachtiar (Dewan Pengawas Pengurus Pusat IAGI), Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D (Institut Teknologi Bandung), dan Dr. Eko Yulianto (Geoteknologi LIPI). Selain dihadiri oleh 3 narasumber, diakhir sesi kemudian hadir satu penanggap yakni Salahuddin Husein, Ph.D (Universitas Gadjah Mada).

Pemaparan pertama disampaikan oleh Dr. Andang Bachtiar (Dewan Pengawas Pengurus Pusat IAGI)

Pada awal pemaparan, berisi selayang pandang calon IKN mengenai lokasi dan design tata ruang. Kemudian pemaparan beranjak dari checklist faktor pemilihan lokasi dari pemerintah yang terfokus pada bahasan sebagai berikut:
Lokasi becana gempa bumi dan tsunami.
1. Kemiringan lahan dan daya dukung tanah.
2. Ketersediaan sumber daya air.
3. Lokasi bebas bencana banjir, kebakaran hutan dan lahan.

Berdasarkan tata guna lahan, calon IKN dikelilingi oleh konsesi pertambangan dan hutan. Jika dikaitkan dengan kegiatan hulu migas, pada area ini terdapat sedikit lintasan seismik yang kemudian dilingkupi oleh ketersedian sumur pengeboran. Adapun area calon IKN dikelilingi oleh beberapa lapangan minyak maupun gas beserta blok migas yang masih aktif beroperasi. Melihat kondisi geologi regionalnya, calon IKN berada pada bagian Cekungan Kutai bagian selatan yang berdekatan dengan struktur utama dari Adang Fault. Kemudian calon IKN yang didominasi oleh Formasi Pamaluan, Formasi Pulau Balang, dan Formasi Balikpapan merupakan bagian dari endapan middle shelf, outer shelf dan bathyal laut dalam yang terdiri dari perubahan sikuen pengendapan didalamnya. Dalam pemaparan diperlihatkan singkapan batuan di kawasan calon IKN, pada singkapan pertama terlihat di Pulau Balang terdapat endapan turbidite dengan adanya flame structure serta selang seling flysch yang dikaitkan dengan graded bedding yang dikarakteristikan dengan adanya load cast mengindikasikan mekanisme longsoran sangat memiliki peranan penting. Singkapan kedua, didominasi oleh Formasi Pamaluan yang didalamnya terdapat channelized sandstone yang graded bedding menunjukkan slope deposits dan berkaitan dengan bathyal dengan dominasi shale. Pada singkapan ketiga, telihat adanya endapan outer shelf – bathyal. Kemudian singkapan keempat, merupakan bagian dari levee system deposits dengan asosiasi adanya lobe berkaitan dengan gravity flow turbidite. Singkapan kelima, terlihat beberapa pasir spotted yang umumnya pada area ini adalah shale.

Selain menyampaikan kunci singkapan, Dr. Andang Bachtiar memperlihatkan korelasi sumur Tuyu-1, Belonak-1 dan Tengin-1 yang terlihat didominasi oleh shale dengan sebagian kecil keberadaan limestone dan sandstone. Adapun petroleum system pada area sekitar calon IKN adalah potensi shale gas dan shale oil dengan potensi hazard terkait active mud volcano extruding to the surface, extinct mud volcano on the surface dan potential mud volcano in the subsurface. Kemudian berdasarkan patahan yang terkait dalam mekanisme thin-skinned yang dikontrol oleh gravity dimana bidang lemah yang terkena air dapat menyebabkan longsor. Pada pemaparan disampaiakan setiap patahan yang memotong jalan pasti terjadi kerusakan, kemudian hal ini yang harus disiasati bagaimana untuk membangun jalan negara yang penting. Selanjutnya kondisi pasang surut Balikpapan memengaruhi kondisi air payau dengan daerah penunjang sekitarnya berpotensi banjir sedangkan daerah inti less likely berpotensi banjir. Kemudian pemateri menekankan keberadaan kawasan karst Gunung Barong yang harus dijaga. Selanjutnya titik api (hot spot) yang patut diwaspadain berdasarkan sejarah kebakaran hebat di Kalimantan Timur tercatat beberapa kali dalam kurun 30 tahun terakhir. Adapun salah satunya yang paling terkenal adalah bencana Elnino tahun 1997-1998. Pemateri menyampaikan sebaran hotspot berkaitan dengan fasies pembawa batubara pada beberapa formasi yang menjadikan daerah ini rawan terhadap asap kebakaran hutan.

Pemaparan kedua disampaikan oleh Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D (Institut Teknologi Bandung)

Fokus pada pemaparan kedua mengenai kacamata tektonik skala besar yang dapat memengaruhi kondisi keaktifan sesar, keberadaan gunungapi, serta potensi tsunami di area calon IKN. Pemateri menyampaikan bahwa secara umum, lokasi calon IKN sangat interesting yakni berdekatan dengan Selat Makassar, dimana area calon IKN merupakan bagian dari Sundaland (continental crust). Pemateri menyampaikan tectonic map dan integrasi data yang memperlihatkan sejarah rifting/pemisahan Selat Makassar dari Kalimantan dan Sulawesi dimana pada sebelum Eocene, bagian ini merupakan satu. Perkembangan Tektonik Indonesia, pada Late Eocene sampai dengan Middle Oligocene terjadi pemekaran Selat Makssar dan disertai dengan rotasi dimana di eastern Indonesia didominasi oleh collision dan pada Early Miocene sudah relatively stable.

Sejarah deformasi menunjukan bahwa saat ini di permukaan calon IKN telah mengalami erosion (bagian Upper Kutai Basin). Berdasarkan penampang seismik, diperlihatkan bahwa di bagian Kalimantan, Selat Makassar sampai dengan ke timur lengan Sulawesi, tidak terdapat tektonik aktif yang berkaitan dengan kegunungapian. Adapun sesar aktif terletak pada Sesar Palu Koro dan subduction di utara Sulawesi. Berdasarkan Peak Ground Acceleration yang mewakili Hazard Zonation Map, pemateri memperlihatkan karakteristik dari area calon IKN adalah sangat kecil jika dikatakan secara tektonik atau dapat dikatakan stabil. Berdasarkan penampang seismik, terlihat keberadaan fold thrust belt dan deformasi muda di sisi Sulawesi, namun terlihat stabil di Kalimantan.

Selanjutnya, pemateri memaparkan kondisi Selat Makassar dan potensi tsunami yang dapat terjadi dan kaitan dengan significant vertical slope. Jika melihat bahwa kriteria dapat terbentuk akibat longosoran saja atau akibat gempa bumi beserta longsoran. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh pemateri beserta tim, bahwa di Selat Makassar bagian barat terdapat material hasil longsoran sampai dengan volume sampai 650km3, namun hal ini perlu digali lebih lanjut mengenai evidence yang akan menyebabkan tsunami. Poin kedua, Selat Makassar merupakan tempat koneksi Pacific dan Indian Ocean flow yang disebut dengan Makasar Throughflow diwakili dengan nilai yang signifikan di Selat Makassar. Berdasarkan pemetaan seabed to Pliocene area Selat Makassar, didapatkan hubungan antara geomorfologi, fasies seismik, nilai steep slope, velocity aliran, deposits dan failure yang terjadi pada interval waktu tersebut. Melihat pada riset tersebut, keberadaan potensi tsunami di pada area sangat dikontrol oleh adanya longsor dan pengaruh dari fold thrust belt yang sampai saat ini terus bergerak. Selanjutnya, diperlukan tambahan studi mengenai aktifitas Adang Fault, paleotsunami beserta pemodelan tsunami akibat longsoran.

Pemaparan ketiga disampaikan oleh Dr. Eko Yulianto (Geoteknologi LIPI)

Pemateri menyampaikan sejarah dan potensi Tsunami Selat Makassar. Dimana terekam tsunami di lengan barat Sulawesi yang terjadi pada tahun 1927, 1968, 1969 dan 1996 kemudian pada tahun 2018. Berdasarkan pemaparan, disampaikan resultan subduksi utara Sulawesi tertahan di Pulau Kalimantan dan diakomodasikan dengan adanya Sesar Palu Koro. Keterdapatan subduksi di bagian utara dan Palu Koro, dapat memengaruhi efek ke area bagian selatan yakni ke Selat Makassar. Berdasarkan sejarahnya, karakteristik sumber tsunami ditandai dengan gempa dangkal focal <25km, lokasi episenter di dekat pantai Sulawesi (10-100 km dari garis pantai), magnitude gempa dari 5,5 hingga 7,7 skala richter dan berasosiasi dengan Zona Sesar Palo Koro dan Paternosfer. Focal mechanism dari gempa pembangkit tsunami biasanya terdiri dari thrusting sebanyak empat kejadian dan hanya satu kejadian berupa sesar normal. Berdasarkan kondisi tersebut, Kalimantan memiliki resiko lebih rendah dibandingkan dengan sisi barat Sulawesi, akantetapi sisi utara harus kembali ditelaah. Pada akhir pemaparan, kemudian pemateri menyampaikan Geomitologi Tsunami yang didapatkan dari penyintas tsunami yang kemudian menjadi lesson learned untuk meminimalisir fatality yang terjadi pada tsunami kemudian.

Setelah dilakukan pemaparan dari seluruh narasumber, kemudian kegiatan dilanjutkan dengan tanggapan oleh Salahuddin Husein, Ph.D (Universitas Gadjah Mada) .

Penanggap menghighlight kembali pemaparan ketiga narasumber kemudian menyampaikan tanggapannya. Berdasarkan pemaparan dari Dr. Andang Bachtiar mengenai geologi onshore di daerah IKN bagaimana stratigrafi yang didominasi oleh Formasi Pamaluan dan Formasi Pulau Balang yang diwakili oleh endapan paparan luar sampai bathyal atas yang didominasi oleh endapan gaya berat yang kaya akan lempung, penanggap memberikan highlight bahwa hal tersebut memberikan suatu tantangan tersendiri dari sisi pengembangan wilayah dan infrastruktur. Selain itu, keberadaan struktur fold thrust belt yang berkembang di area calon IKN dan berarah timur laut- barat daya memberi tantangan yang perlu diperhatikan bersama karena hampir seluruh struktur dangkal tersebut tidak dipicu oleh tektonik yang terjadi dalam interval waktu yang lama, tetapi dipicu oleh gaya berat dan dapat terjadi dalam frekuensi yang kerap / lebih tinggi. Mengenai geomorfologi dan topografi yang terkait dengan sistem air tanah, karena kehadiran Teluk Balikpapan yang menjangkau daerah IKN membawa pengaruh laut ke sistem hidrologi daerah IKN. Dilihat dari topografi, apabila tsunami terjadi dapat mempengaruhi lokasi penyangga bagi warga yang akan tinggal di IKN nantinya.

Kemudian geologi offshore disampaikan oleh Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D. dimana sejarah Selat Makassar terjadi akibat peregangan Sulawesi dan Kalimantan yang terjadi pada Paleogen sampai dengan Neogen Awal yang kemudian jejak deformasi terkonsentrasi pada sisi barat Sulawesi atau sisi timur Selat Makassar. Namun, di sisi barat offshore Kalimantan Timur, yakni adanya challenging yakni struktur yang dipicu oleh Arus Lintas Indonesia. Bagaimana intensitas Arlindo bisa memicu mass transport deposits yang bervariasi bahkan 600km3 dan terlihat dari pemetaan cenderung dari sisi timur dan selatan Delta Mahakam berdasarkan data menunjukkan umur 160.000 juta tahun lalu

Kemudian narasumber ketiga, Dr. Eko Yulianto yang menunjukkan sisi lain dari Selat Makassar. Banyaknya kejadian tsunami di yang tercatat secara historik justru terjadi di sisi timur atau pesisir barat Sulawesi termasuk 1968 bisa menularkan pengalaman sehingga 1969 terdapat signifikansi penurunan korban karena ilmu. Tidak ada bukti sedimen konklusif untuk kehadiran tsunami di Teluk Balikpapan, namun terdapat data menarik dari data palinologi dari korelasi tsunami lepas pantai Sulawesi dengan populasi polen yang ada di Teluk Balikpapan.

Meninjau konsep tsunami secara teoritis, jika terjadi longsoran maka akan memicu perubahan volume air di atas akan terjadi depresi dan didepannya elevated water mass yang akan memicu gelombang besar akan terjadinya propagasi dari gelombang tsunami bukan hanya ke depan, tapi kesamping dan ke belakang. Hal ini selaras dengan usulan Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D untuk Tsunami yang terjadi di sisi barat atau timur karena akibat potensi rambatan gelombang akan menjangkau Teluk Balikpapan dan menjangkau ke IKN dengan berbagai trigger baik dari Indonesian Throughflow maupun gempabumi.

Berhubung dengan keterbatasan waktu, kemudian sesi ditutup dengan closing statement dari masing-masing narasumber.

Dr. Andang Bachtiar (Dewan Pengawas Pengurus Pusat IAGI)

• Harapan kedepannya untuk pemerintah, dibutuhkan kembali studi yang komprehensif untuk mengevaluasi daya dukung IKN maupun tsunami. Keberadaan gempa less likely tidak terjadi karena tidak ada tektonik aktif di area calon IKN. Peta dasar dengan skala 1:10.00 sangat dibutuhkan untuk mendukung evaluasi. Peta tersebut dapat diintegrasikan dengan data migas, seismik dan pemetaan yang telah dilakukan sebelumnya.
• Mengenai ketersediaan air, kondisi saat ini di daerah Sepaku khususnya tidak terdapat sumberdaya air yang melimpah. Jika berbicara mengenai Bontang – Samarinda cadangan air yang cukup besar dibagian timur, namun tidak di daerah calon IKN. Jika kedepannya air diambil dari daerah tersebut, harus diperhitungkan kembali data dasar geologi surface dan subsurface dangkal.
• Concern untuk IAGI mengenai kepurusan daya dukung yang harus dikritisi secara bersama dengan seksama.

Prof. Benyamin Sapiie, Ph.D (Institut Teknologi Bandung)

• Letak calon IKN terletak dalam derah yang stabil, tidak ada tektonik aktif yang sifatnya gempa, tidak ada gunungapi maupun tidak ada tsunami yang diinterpretasikan dapat terjadi dalam waktu dekat, namun hal ini tetap menjadi potensi.
• Secara umum, dibandingkan dengan daerah lainnya, calon IKN sudah tepat akantetapi detail yang harus dilakukan dalam perencanaan memerlukan lebih lanjut pemeriksaan geologi agar tersedia evaluasi geologi untuk tata kota masa depan.
• Selat Makassar dari segi morfologi sangat unik, dengan kondisi steep dan keberadaan arus Pacific dan Indian Ocean. Selanjutnya terdapat hubungan antara longsoran dan tsunami namun diperlukan evidence secara geologi dengan dilakukannya penelitian paleotsunami di Kalimantan Timur.

Dr. Eko Yulianto (Geoteknologi LIPI)

• Dengan kondisi pemerintah Indonesia saat ini, pemerintah perlu didorong untuk membuat kebijakan yang basisnya adalah evidence sehingga seluruh elemen harus memberikan masukan mengenai evaluasi secara komprehensif. Meskipun aspek politiknya besar, tapi harus disiapkan secara benar secara teknis.
• Kemudian terkait dengan teknis terkait studi tsunami perlu dilakukan detail pada konteks agar calon IKN memiliki banyak evidence kemudian dilanjutkan dengan rekonstruksi kejadian tsunami yang dapat terjadi.
• Keberadaan mangrove sangatlah penting menjadi barrier pada kemungkinan tsunami yang dapat terjadi.

Harapannya, disamping menjadi sarana belajar dan berbagi informasi, kegiatan dikusi daring dapat menjadi evaluasi bersama mengenai sejauh mana checklist daya dukung sudah terpenuhi untuk calon Ibu Kota Negara tercinta kedepannya. Bentuk daring ini mewakili concern IAGI untuk kemajuan geologi di Indonesia dan kebermanfaatan bagi masyarakat Indonesia. (Widiastuti Nur Farida / Forum Geosaintis Muda Indonesia).